Pages

Kronologis perkembangan Budhisme (Timeline Buddhisme)


Inilah garis besar peristiwa sejarah Buddhisme di dunia berdasarkan kronologi waktu dari kehidupan Sang Buddha sampai abad ke-21.
Tahun Buddhis
(B.E)
Tahun Umum
(C.E)
Peristiwa Utama
-80
B.E
623 B.C.E
atau
563 B.C.E
Bodhisatta atau calon Buddha, lahir di Lumbini (Nepal saat ini) sebagai Siddhattha Gotama, pangeran dari suku Sakya, pada bulan Vesak. Berdasarkan penanggalan tradisional pada tahun 623 B.C.E (Sebelum Masehi). Dan berdasarkan pada penanggalan “sejarah” pada tahun 563.
-51
B.E
594 B.C.E atau
534 B.C.E
Pangeran Siddhattha meningggalkan istana dan kehidupan sebagai perumahtangga untuk menjadi seorang peta

Peta Penyebaran Agama Budha




Peta ini Merupakan penyebaran agama Buddha hingga abad ke 6M. Berdasarkan tersebut, Agama Buddha telah tersebar ke berbagai penjuru dari negeri asalnya, India. Sejak abad pertama, Buddha telah sampai ke kawasan Asia Tengah--daerah-daerah yang sekarang menjadi Mongolia, Uzbekistan, dan lain sebagainya--juga sebagian Cina. tapi perjalanan ke Cina daratan, 
Abad ke 4-5M, Agama Buddha telah menyebar melalui Mongolia dan Kawasan Asia Tengah serta Pegunungan Himalaya, selanjutnya dari Cina tersebar ke Korea dan Jepang. Sementara ke tenggara, pada abad ke 5-6 hingga Indonesia dan Thailan, dari Thailand perjalanan dilanjutkan ke Cina. Kawasan-kawasan sekitar India, Seperti Nepal, Tibet dan Sri Lanka yang kini bisa disebut sebagai negara-negara Buddhis, telah mendapat pengaruh agama Buddha sejak abad pertama Masehi. 
sumber dan keterangan lebih lanjut dapat dilihat di
  Buddhist Conversion, lasalle 

Aliran Hinayana dan Mahayana

Aliran Hinayana dan Mahayana

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Pada Mata Kuliah Budhisme.
                                        Pembimbing. Hj. Siti Nadroh, M. Ag              
                                                               
                                   

                                                Nama : Innani Musyarofah
                                                Nim    : (1111032100041)

Description: C:\Users\TOSHIBA\Documents\Copy of LOGO UIN 1.jpg

Jurusan Perbandingan Agama
Fakultas Ushuluddin
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta  2013



A.    Pendahuluan
Sebelum saya memaparkan sedikit tentang aliran Mahayana dan hinayana. Banyak sekali kitab yang menjadi sumber pengetahuan kita tentang agama Budha. Sayangnya sudah banyak yang hilang. Yang tingggal hanya petila-petilan atau fragmen-frakmen saja. Kitab-kitab yang tertulis dalam bahasa pali yang dipergunakan oleh aliran Theravada dari golongan hinayana yang terdapat dilangka, birma, dan muangthai, sedang kitab yang tertulis dalam bahasa sanskerta kebanyakan dipergunakan oleh aliran Mahayana yang terdapat di Nepal,Tibet,Cina dan Jepang. Yang dimaksud kitab sutra ialah kitab-kitab yang dipandang sebagai ucapan budha itu sendiri, sekalipun kitab-kitab itu ditulis berabad abad setelah wafatnya sang Buddha. Menurut aliran Hinayana yang dianggap sebagai kitab sutra ialah kitab kitab yang dulu dikumpulkan pada Muktamar Buddhis yang pertama pada tahun 383 SM. Segala yang timbul saat itu tidak diketahui keasliannya.[1]













  1. Ajaran Hinayana
Dalam ajaran pokok Hinayana mewujudkan suatu perkembangan yang logis dari dasar-dasar yang terdapat dalam kitab kanonik.  Jika ajaran itu dikstisarkan secara umum, dapat dirumuskan sedemikian:
  1.  Segala sesuatu bersifat fana serta berada hanya untuk sesaat saja. Apa yang berada untuk sesaat saja itu disebut dharma. Oleh karena itu tidak ada yang tetap berada. Tidak ada aku yang berfikir, sebab yang ada masalah pikiran. Tidak ada yang aku merasa, sebab yang ada adalah perasaan, demikian seterusnya.
  2. Dharma-dharma itu adalah kenyataan atau tealitas yang kecil dan pendek, yang berkelompok sebagai sebab akibat. Karena pengaliran Dharma yang terus menerus maka timbullah kesadaran aku yang palsu atau ada’’perorangan’’yang palsu.
  3. Tujuan hidup ialah mencapai Nirwana, tempat kesadaran ditiadakan. Sebab segala kesadaran adalah belenggu karena kesadaran tidak lain adalah kesadaran terhadap sesuatu. Apakah yang tinggal berada dalam Nirwana itu, sebab tidak diuraikan dengan jelas.
  4. Cita-cita yang tertinggi adalah menjadi arhat, yaitu orang yang sudah henti keinginannya, setidaknya, ketidaktahuannya, dan sebagainya. Oleh karena itu ditaklukkan lagi pada kelahiran kembali.
  1. Ajaran Mahayana
Dua kata yang seolah-olah menjadi kunci bagi Ajaran Mahayana adalah Bodhisattwa  pada tiap halaman tulisan-tulisan Mahayanan. Dan sunyata karena dua kata itu hampir terdapat berarti yang hakikat atau tabiatnya adalah Bodhi (hikmat) yang sempurna.
Sebelum Mahayana timbul, pengertian Bodhisattwa sudah di kenal juga, dan dikenakan juga Buddha Gautama sebelum ia menjadi Buddha. Jadi semula Bodhisattwa adalah sebuah kelar bagi tokoh yang ditetapkan untuk menjadi Buddha di dalam Mahayana adalah orang yang sudah melepaskan dirinya dan dapat menemukan sarana untuk menjadikan benih pencerahan tumbuh dan menjadi masa pada diri orang lain.seorang Bodhisattwa bukan hanya merenungkan kesengsaraan dunia saja, melainkan juga turut merasakan dengan beratoleh karenanya ia sudah mengambil keputusan untuk mempergunakan segala aktifitasnya sekarang dan kelak juga keselamatan keselamatan dunia. Karena kasihnya kedunia maka segala kebajikanya dipergunakan untuk menolong orang lain.
Cita-cita tertinggi Mahayana ialah untuk menjadi Bodhisattwa cita-cita Mahayana ini juga berlainan sekali dengan cita-cita untuk menjadi Pratyeka Buddha seperti yang diajarkan Hinayana, iyaitu bahwa karena usahanya sendiri orang  mendapat pencerahan bagi dirinya sendiri saja, tidak untuk diberikan untuk orang lain. demikianlah cita-cita hidup didalam mahayan berbeda sekali dengan cita-cita hidup di dalam Hinayan. Di dalam perkembagan Mahayana mengalami bermacam-macam pengaruh, diantaranya dari bergerakan Bakti dan dari aliran Tantra.
Bakti adalah penyembahan pribadi yang berdasarkan kasih kepada dewa yang disembah dan digambarkan dalam bentuk manusia.
Perkembangan lebih lanjut adalah demikian, bahwa para Tathagata itu di hubungkan dengan penjuru alam. Lima Tathagata itu di pandang bersama-sama membentuk tubuh alam semesta. Demikianlah Aksobhya dipandang berkuasa di sorga sebelah timur, Ratnasambhawa di selatan, Amitaba di barat, Amughsiddhi di utara, dan Wairocana di tengah langit.
Pengaruh Thatra  menimbulkan pada Mahayana ajaran tentang Adhi Buddha, yaitu Buddha yang pertama, yang di pandang sudah ada yang mula pertama, yang tampa asal, yang ada pada dirinya sendiri, yang tak tampak karena berada di dalam Nerwana.
B.     Aliran Mahayana dan Hinayana
Timbulnya Mahayana, kereta besar ; atau usaha besar ; jalan besar ; atau aliran utara di India Utara pada waktu itu adalah bahwa ajaran atau doktri agama Mahayana dapatlah dimengerti sebagai lanjutan dari tendensi absolut awal yang merupakan ciri khas utama dari Mahasanghika.
Muculnya nama Mahayana dan literaturnya (sutra dan Sasta) yang dinamakan Mahayana-Sutra menandai suatu masa penting di dalam sejarah filsafat agama Budha. Dasar pemikiran yang mereka kandung adalah masih itu-itu juga yang ditemukan  di dalam ajaran Buddha sebagai penekanan yang telit oleh Mahasanghika. Munculnya Mahayana adalah bangkitnya sesuatu sistesis segar mengenai ajaran guru (Buddha Shakyamuni).
Ajaran Shakyamuni Buddha lazimnya disebut Buddha Darma sering di ibaratkan sebagai ‘’Yana’’ didalam kitab-kitab suci atau sustra-sustra agama Buddha. Mahayana secara harfiyah:
Berarti:
            Maha berarti: besar, luas, agung, diperluas.
            Yana berati: kendaraan, kereta.
            Mahayana berarti kendaraan besar yang menyangkut pengemudinya bersama para penumpang untuk mencapai suatu tempat yang dituju.
Ada dua Aliran Mahayana yang terkemuka adalah Madhyamika yang didiran oleh Nagarjuna bada abad ke-2, yang di Jepang di wakili oleh Sekte Sanron, dan Yogacarya (Vijnanawada), yang didirikan oleh Asangga dan Vasubandhu pada abad ke-4. Madhyamika tumbuh secara logis dari Agama Buddha awal dengan tiga doktrinya, jalan tengah, tiadanya ego permanen, dan elemen-elemen (Dharma-Dharma) yang bersifat sementara serta mengalami kematian, tetapi Madhyamika mengembangkan ajaran itu sampai pada pendapat bukan hanya individu, melainkan juga elemen-elemen diangap tidak nyata. Nagarjuna menjelaskan realitas tertinggi sebagai sunyata atau kosong, aliranya disebut Madhyamikia karena mengerjakan jaran tengah dimana eksistensi dan non eksistensi hanya memiliki kebenaran relatif, sedangkan kebijaksanaan sejati adalahpengetahuan tentang makna kekosongan yang nyata. Mengenai kekosongan yang sejati tergantung pada pengertian dari bentuk Agama Buddha ini, tetapi ajaran ini sering dipengerti secara salah. Kekosongan adalah kekosongan semata-mata dalam pengertian bahwa ia bebas dari pembatasan-pembatasa pengetahuan yang relative pencerahan saja yang dapat menjelaskan apakah kekosongan itu sebenarnya.
Aliran Yogacarya, yang didirikan oleh dua cendekiawan besar Mahayana dalam banyak hal memiliki persamaan dengan aliran Madhyamika. Semua fenomena berasal dari pikiran dan tidak ada suatu apapun yang eksis selain pikiran. Sebagaimana yang dilakukan oleh kaum Hinayana, Vijnanamatra berlanjut dengan pembagian analitis terhadap Pancaskandha dan elemen-elemen. Hasilnya berbeda dengan Hinayana dalam hal menegaskan bahwa bukan hanya objek-objek yang menglami perubahan, substansi-substansi juga tidak kekal menurut sistem pemikiran ini, sepirit dan materi adalah satu dan semua objek eksternal adalah hasil dari satu pikiran.
Aliran Mahayana. Tuhan dipahami dalam cara yang tidak jauh berbeda dengan agama-agama lain. Dalam aliran ini Tuhan dikenal melalui ajaran Trikaya dan Adhibudha.
Ajaran Trikaya dikemukakan pertama kali oleh Asfagosha pada abad pertama M  untuk menerangkan Hirarki Para Buddha dengan Bodhisattwa. Trikaya timbul sebagai akibat dari adanya perbedaan pandangan terhadap Buddha dan manifestasinya dalam beberapa aliran agama Buddha yang mula-mula seperti Stafirafada, Mahasanghika dan Sarfastifada. [2]
Pokok utamanya dari Hinayana adalah Pratya Samud pada perubahan yang terus  menerus , (Santana) mengenai nama rupa: yang terdiri dari panca Skanda. Para pengikit dari Hinayana mencari penarangan individu, Nirwana: yaitu ketenangan, kedamayan abadi dan kebahagiaan. Tujuan Hinayana adalah relisasi mengeni tiada eksistensi mengenaia jiwa (tidak adanya’’ aku’’ pada pribadi).
Metode aliran ini adalah menitik beratkan pada analisis, hanya analisis mengenai psycho-physical phenomena Dharma (elemen) Samskrta (berkondisi) dan asamskrta ( yang tidak berkondisi). Hal ini adalah suatu kebenaran konvensional.
Sedangkan Mahayana mencari” Pudgala-Nairatmya” dan “ Dharma- Nairatmya” (semua Dharma atau elemen yang bereksistensi tidak nyata, kosong dari kenyataan sebenarnya)., yang Mahayana memaksudkan bahwa panca sekandha adalah dasar untuk konsepsi dari Pudgala (jiwa atau tidak adanya” Aku “pada pribadi) tidak ada, dengan kata lain semua elemen dengan objek duniawi dengan mahluk tidak ada.
Mahayana Shakyumani Buddha selama membabarkan Buddha-Dharma atau ajarannya tidak pernak mengajarkan pada siswanya tentang sakte atau aliran-pengelompokan, hal ini perlu diketahui oleh kita sebagai umat Buddha atau siswa Budhha atau pengikut Buddha.
            Buddha Dharma hanya satu yaitu ajaran Shanyamuni Buddha yang berdasarkan cara atau metode latihan diri untuk menjadi Buddha (Samyak: Sambuddha). Buddha Dharma dibagi dua tingkatan sebagai upaya untuk memberi bimbingan kepada para siswa atau umat Buddha yaitu:
  1. Ajaran yang membimbing umatnya menjadi harahapan dan Pratyeka –Buddha sebagai Hinayana (ajarn dasar ).
  2. Ajaran yang membimbing umatnya Bothisattva dan Samyak dan Buddha disebut Mahayana (ajaran luas: ajaran yang diperluas-diperdalam).
Hinayana tidak mencangkup Mahayana, tetapi Mahayana mencangkup Hinayana.
Mahayana berprinsip pada Atmahita dan Parahita, yaitu Atmahita (Atmahitam) yang berarti berfaidah atau bermanfaat bagi diri sendiri kesejahteraan diri sendiri.
Parahita (parahitam) yang berarti berfaidah atau bermanfaat bagi banyak orang. Kesejahteraan orang banyak.
Tujuan akhir bagi penganut Buddha Dharma Mahayana ialah menjadi Bodhisattva tingka Arya terlebih dahulu ( Arya Bodhisattva atau Bodhhisattva-Mahasatva) dan per-maha pranithana (melakukan tekat besar menuju pembebasan diri sendiri dan penyelamatan bagi mahluk lain) dan menjadi Samyat Sam-Buddha (Buddha).[3]
            periode pertama (tahun 5000 S.M.- 0 S.M). merupakan periode Budhisme dasar yang secara luas kemudian dikenal sebagai Hinayana. Periode ke dua (0 S.M -500S.M) ditandai dengan kebangkitan Mahayana.
Periode ke dua, tahun 0 S.M -500S.M. Mahayana yang berkembang di India Barat-Laut, dan India Selatan. Dengan pengaruh dari kesenian Yunani dalam Helley Niatic dan bentuk Roumanian dan pengaruh ide dari keduanya Mediteranian dan dunia Iranian. yang mempengaruhi Mahayana dari luar saja, sedangkan inti pokoknya seperti doktrin tidak berubah dan tidak dipengaruhi sama sekali. Agama Buddha Mahayana adalah universal.
Selama kurun waktu itu Mahayana telah berkembang keluar Negeri asalnya di India, Mahayana berkembang sampai ke Timur jauh seperti Nepal, Tibet, Mongolia, China, Indonesia, Korea dan Jepang.
Mahayana berkembang dalam dalam dua tingakatan. Yang pertama dalam bentuk yang sistematis, yang berlangsung antara tahun 100 SM sampai 500 M. setelah tahun 500 M, suatu bentuk filsafat yang sistematis, yang menuju abad ke-2 sekte yang berbeda yaitu Madyamika dan yogacarin. Semua sutra-sutra Mahayana juga  juga disebarkan oleh Buddha Shakyamuni. Pada waktu yang bersamaan, Konsili di Rajagraha, dimodifikasikan sutra-sutra Hinayana, begitu juga sutra-sutra Mahayana dikodifikasikan oleh hava yang dismpan selama 500 tahun dan dititipkan kepada kerajaan Naga Laut yang kemudian waktunya akan diambil oleh Nagarjuna
Perkembangan tentang kebudhaa dalam aliran Mahayan mengalami perkembangan lebih rumit, bersifat mistis dan filosofis.
Budha dipandang memiliki tiga aspek.
  1. Aspek inti, yang mencakup semuanya, bersifat buani dan tidak dapat terbayangkan sebagai inti iyalah inti dari Darma, inti dari kehidupan dan kebenaran itu sendiri
  2. Aspek kemampuan, yang tidak terbatas dan tidk manifestasi.sebagai aspek kemampuan ia adalah dharma, yang diangap sebagai prinsip-prinsip kebenaran,mengandung potensi dan tidak bermanifestasi, ia adalah tubuh penganti dari kebudhaan yang di agungkan.
  3. Aspek manifestasi, iaitu memanisfestasikan dari pada tubuh duniawi Sakyamuni Budha dan Budha duniawilainya.
Dari tiga spek Budha di atas akhirnya tersusun badan Budha, yaitu dharmakaya dan nirmanakaya, yang menempati tiga kedudukan keagamaan aliran Mahakaya.
dDharmakaya, adalah Buddha dengan pengetahuan dengan sempurna. Ia adalah permulaan dan tidak berbentuk yang merupakan pengalaman yang bener-bener bebas dari segala kekeliruan atau penglaman yang melekat. Di dalam dharmakaya inilah terdapat intisari alam semestayang mencakup samsara maupun nirwana, yang selalu dalam dua, utup kesadaran iyaitu analisis terakhir berada dalam pengatahuan yang murni. Dharmakaya adalah intisari hakikat wujud-wujud duniawi dari buhda, yang juga disebut kenyataan tubuh hakiki dan kesadaran dasar.
Dari beberapa pengertian yang di kemukakan tentang dharmakaya terlihat bahwa dharmakaya di pandang sebagai yang mutlak, asal usul dari semua yang ada,  yang dalam bahasa agama disebut dengan Tuhan.perbedaan yang ada dalam mahakaya tidak terletak pada ada tidaknya esensinya, namun hanya terbatas pada pemahaman tentang sifat dari dharmakayaitu sendiri.
Sambhogakaya adalah tubuh rahmat, tubuh kebahagiaan atau tubuh cahaya.ia juga disebut transenden Budha yang tidak bisa diamati oleh perasaan dan akal, tetapi hanya di alami oleh spiritual.  [4]
  1. Lima doktrin utama dari Mahayana
  1. Sehubungan dengan tujuannya , pergeseran dari ide arhat menjadi ide Bodhisattwa.
  2. Suatu cara pengolahan diri, yang menitik beratkan pada maître-karuna yang sejajar dengan prajna yang ditandai dengan paramita.
  3. Kepercayaan suatu Srandhha yang diberikan pada suatu jumlah yang Tathagata. Tuhan Yang Maha Esa, para Budhha, para Budisattwa, para Deva, orang-orang mulia dan suci.
  4. Mentrapkan metode Upaya-Kausalya.
  5. Doktrin mengenai Sunyata,Tathara dan sebagainya.[5]
  1. Latar Belakang Politik Terhadap Agama Buddha Mahayana
Periode yang tidak begitu jelas dalam sejarah India mulai setelah akhir dari perioda Maurya, yaiut sekitar abad ke-2 SM. Tapi arus Buddisme menerima dorongan itu dari Raja Asokamengallir dengan tenang tanpa adanya pengaruh dan perbedaan-perbedaan politik.
Selama periode Murya, yang permulaanya menurut agama Buddisme terbagi menjadi delapa belas atau lebih sekte, disebabkan dari pandangan-pandangan berbeda diantara mereka tentang mengitepretasi perihal ajaran Buddha. Salah satu dari sekta itu adalah Mahasanghitka menginterpretasikan ajaran-ajarannyadalam suatu cara, yang akhirnya membawa kemunculan secara matang Agama Buddha Mahayana. Perlu di catat bahwa menelusuri agama Buddha Mahayana dapat ditemukan bahkan dalam sutta pitaka bahasa pal, sebagai literature permulaanyang memuat ajaran Buddha.
Pada waktu itu, suatu usaha telah dibawakan untuk memberikan beberapa keterangan dalam periode yang tidak begitujelas itu sebagai disebutkan di atas.
Sekitar abad ke-2 dan ke-1 S.M. agama Buddha Mahayana telah menjadi suatu faseagama yang diakui dan dikenal, dan secara perlahan-lahan dan pasti terus berkembang sampai ke Asia Timur,China dan Timur jauh perbatasan Rusia. Muncul pada fase terakhir ini Agama Buddha Tantra Mahayana.[6]







DAFTAR PUSTAKA       
T Suwarto , Buddha Dharma Mahayana, Jakarta: Majelis Agama Buddha Mahayana Indonesia

Ali Mukti , Agama-Agama Dunia, Yokyakarta: PT. Hanindita,1988

Hadiwijoyo Harun, Agama Hindu dan Budha, Jakarta: Gunung Mulia, 2010
                                               
Conce Edward, a Short History of Buddha, London, 1982


                                                


                                            



[1] Harun Hadiwijoyo, Agama Hindu dan Budha, Jakarta: Gunung Mulia, 2010 hal. 63
[2] Mukti Ali, Agama-Agama Dunia, Yokyakarta: 1988, hal.116
[3] Suwarto T, Buddha Dharma Mahayana, Jakarta: Majelis Agama Buddha Mahayana Indonesia

[4] Mukti Ali, Agama-Agama Dunia, Yokyakarta: 1988, hal.116
[5] Edward Conce, a Short History of Buddha, London, 1982, hal. 55
[6] Suwarto T, Buddha Dharma Mahayana, Jakarta: Majelis Agama Buddha Mahayana Indonesia

KEYAKINAN TERHADAP KITAB SUCI TRIPITAKA

A. PENGERTIAN TRIPITAKA DAN SEJARAH PERKEMBANGANYA Sebagian besar ajaran agama Buddha ditulis dalam tripitaka (tiga keranjang) dari tradisi agama buddha terafada. Kitab-kitab ditulis dalam bahasa pali, menceritakan tradisi-tradisi lisan yang terjadi pada abad ke-2 SM. Tripitaka sudah ditulis pada tahun 29 SM, dibawah kekuasaan Raja Vattagamani dari Sri Lanka. Tiga keranjangadalah tiga bagian dari kitab yang berbahasa pali, sutta yang berbahasa sangsekerta, sutra, sutra pitaka, vinaya vitaka. Sutta pitaka secara umum terdiri dari ceramah buddha tentang ajarannya dan terdiri dari pantun singkat mengenai kehidupan buddha sebelumnya. Vinaya pitaka berkaitan dengan aturan-aturan disiplin dan mencakup sejarah-sejarah tentang perinsip-perinsip moral umat buddha. Abbidbamma pitaka mengandung sebuah sistem analisis mengenai pemikiran buddha ((Micheal D. Coogan 2005: 137) . a) Vianaya pitaka Vinaya pitaka terutama berkaitan dengan aturan tata tertib bhikkhu dan bhikkhuni. Disini digambarkan secara rinci perkembangan bertahap suasana. Juga memberikan catatan kehidupan dan petapaan sang Buddha. Secara tidak langsung Vinaya Pitaka mengungkapkan beberapa informasi bermanfaat mengenai sejarah masa lampau, adat india, seni, ilmu pengetahuan. Dan lain-lain. Pitaka ini terdiri dari lima buku berikut ini: 1. Parajika pali (pelanggaran berat) 2. Pacittiya pali (pelanggaran ringan) 3. Mahavaggaq pali (kelompok besar) 4. Culavagga pali (kelompok kecil) 5. Parivara pali (ikhtisar Vinaya) Skema umum mengenai isi vinaya pitaka adalah: 1. Bagian yang berhubungan dengan pratimoksa yaiti peraturan-peraturan untuk para bhiksu/ bhikku dinamakan bagian bhiksu (bhiksu- vibhanga). 2. Bagian yang sama untuk para bhiksuni/bhikkuni. 3. Suatu bagian dinamakan ‘kelompok’ (khandhaka), tiap-tiap kelompok berhubungan dengan suatu aspek khusus mengenai kehidupan dari Sangha, seperti pentahbisan, upasattha, memenuhi ketentuan-ketentuan berhubungan dengan pakaian, jubah, obat-obatan, makanan, tempat tinggal, perabotan, dan seterusnya. b) Sutta pitaka Suatta pitaka terdiri dari ceramah-ceramah utama yang diberikan oleh sang Buddha sendiri dalam berbagai peristiwa. Ada juga beberapa ceramah yang disampaikan oleh murid-murid-nya yang terkemuka, seperti yang ariya sariputta, ananda, moggallana, termasuk beberapa bhikkuni terkemuka seperti khema, uttara, visakha, dan lain-lain. Kitab ini seperti buku resep, karena wacana di dalamnya menjelaskan secara terperinci dan menyesuaikan dengan berbagai kejadian dan perangai berbagai orang yang berbeda-beda. Kitab ini dibagi menjadi lima nikaya atu kumpulan, yaitu: 1. Digha nikaya (kumpulan ceramah panjang) 2. majjhima nikaya (kumpulan ceramah sedang) 3. samyutta nikaya (kumpulan ujaran setara) 4. anguttara nikaya (kumpulan ujaran berurutan) 5. khuddaka nikaya (kumpulan kecil) c) Abhidhamma pitaka Abhidamma pitaka adalah sususan ceramah dan perkembangan logika tentang Dharma dari ajaran Hyang Buddha, membahas filsafat dan metafisika, juga sastra, memberikan defenisi kata-kata buddha Dharma, dan penjelasan terperinci mengenai filsafat dengan sistemmatis, memantapkan suatu metode mengenai latihan spiritual, oleh para sesepuh dari aliran atau sekte pada waktu itu, kumpulan dari kitab Abhidaharma dinamakan Abhidharma pitaka . Abhidhamma, bagi para pemikir mendalam, adalah kumpulan kitab yang paling penting dan menarik, karena mengandung filosofi dan psikologi mendalam dari ajaran Buddha, lain dari wacana sederhana dan gelombang dalam sutta pitaka. Dalam sutta pitaka ditemukan vohara desana (ajaran konvensional), sedangkan dalam abhidhamma ditemukan peramattha desana (ajaran mutlak). Dalam abhidhamma. Keempat hal itu adalah citta (kesadaran), cetasika (faktor mental), rupa (bentuk), dan nibbana. Citta, cetasika, dan rupa merupakan kenyataan terkondisi, meraka timbul karena kondisi dan hilang jika kondisi yang mendukungnya tidak berlanjut, mereka merupakan keadaan yang tidak kekal. Nibbana, sebaliknya. Merupakan kenyataan tak terkondisi. Nibbana tidak timbul dan, karenanya, tidak lenyap. Keempat kenyaraan mutlak ini dapat dialami tak peduli nama apa pun yang kita sematkan untuk mereka. Citta, cetasika, dan nibbana juga disebut nama. Nibbana adalah nama tak terkondisi. Kedua nama terkondisi, yaitu citta dan cetasika, bersama dengan rupa (bentuk), membentuk makhluk psikofisik, termasuk manusia. Baik pikiran maupun bentuk-atau nama- rupa – dianalisis dalam abhidhamma bagaikan di bawah mikroskop.kejadian yang berhubungan dengan kelahiran dan kematian dijelaskan secara rinci. Abhidhamma pitaka tersusun dari risalat berikut ini: 1) Dhammasangani (penguraian dhamma) 2) Vibhanga (buku telaah) 3) Dhatukatha (pembahasan unsur) 4) Penggalapannatti (penjabaran individu) 5) Kathavatthu (titik kontroversi) 6) Yamaka (buku pasangan) 7) Patthana (buku kaitan musabab) Abhidhamma pitaka memuat fisikologi dan filosofi moral secara mendalam dari ajaran Buddha, kebalikan dari ceramah moral sederhana yang ada dalam sutta pitaka. Pengetahuannya yang diperoleh dari sutta tentu dapat membantu kita mengatasi kesulitan serta mengembangkan tingkah laku moral dan melatih pikiran kita. Dengan meiliki pengetahuan semacam itu akan memungkinkan kita untuk menjalani hidup yang damai, terhormat, aman dan mulia. Menurut klasifikasi yang disebutkan oleh sang Buddha sendiri, seluruh ajaran ada Sembilan bagian, yang disebut:1. Sutta, 2. Geyya, 3. Ghata, 4. Udana, 5. Ittivutaka, 6. Jkata, 7. Abbhutadhamma, 9. Vedalla.

BUDDHA MAITREYA

~ Bodhisattva Maitreya akan menjadi Samyaksambuddha setelah usia rata-rata manusia mencapai 80.000 (84.000) tahun ~ Nama Maitreya mengandung arti cinta kasih. Konon nama beliau disebut Ajita yang artinya ‘tidak ada yang dapat mengungguli’, sedangkan Maitreya adalah nama marga. Bagaimana kisah munculnya nama ini dan asal usul Maitreya membangkitkan ikrar bodhicitta? Kejadiannya bermula ketika Buddha Sakyamuni sedang berkunjung ke sebuah kerajaan. Saat itu Maitreya juga berada di sana sebagai seorang putra brahmana yang mendatangi Buddha untuk memberi penghormatan. Sekelompok brahmacari (pertapa) melihat sosok Maitreya memiliki 32 tanda fi sik unggul dengan tubuh memancarkan cahaya gemilang. Merasa sangat aneh dan takjub melihat hal ini, mereka lalu bertanya pada Buddha, di hadapan Buddha manakah Maitreya pernah membangkitkan bodhicitta untuk pertama kalinya hingga memiliki tubuh cahaya yang sedemikian cemerlang yang hampir tidak berbeda dengan tubuh Bhagava? Pada kesempatan itulah Buddha menceritakan sebuah kisah kilas balik pada masa kalpa tak terhingga yang telah lampau. Saat itu terdapat seorang Buddha bernama Buddha Maitreya. Seorang brahmana bernama Sarvanyanaprabhasa mengajak Buddha Maitreya beradu debat. Karena tidak mampu mengungguli Buddha Maitreya, Brahmana akhirnya menyerah kalah dan memohon menjadi siswa Buddha Maitreya. Pada kesempatan itulah Brahmana Sarvanyanaprabhasa membangkitkan Abhinihara, yakni tekad mencapai Pencerahan Sempurna yang sama seperti Buddha Maitreya, juga berharap memiliki nama yang sama pula yakni Maitreya. Siapakah Brahmana Sarvanyanaprabhasa? Tidak lain adalah Bodhisattva Ajita Maitreya. Buddha telah meramalkan kedatangan seorang “Maitreya” dan nubuatan itu begitu tenar Dalam Chakkavatti Sinhnad Suttanta (D III:76): “Akan muncul di dunia seorang Buddha bernama Maitreya (seorang yang pemurah dan pengasih). Seorang yang suci, seorang yang utama, seorang yang tercerahkan, diberkahi dengan kebijaksanaan dalam tingkah-lakunya, beruntung, mengenal alam semesta; manusia pengendara yang tak tertandingi dari orang-orang yang dijinakkan hatinya, tuan dari para malaikat dan manusia, Buddha yang diberkahi bahkan seperti saya yang sekarang dibangkitkan di dunia, seorang Buddha yang dianugerahi dengan kualitas yang sama seperti ini. Apa yang disadarinya berkat ilmu supernaturalnya sendiri, akan disiarkannya ke alam semesta ini, dengan para malaikatnya, sahabatnya, dan kepala malaikat serta ras ahli filsafat dan Brahmin, pangeran dan awam, bahkan seperti saya sekarang, setelah mengenal semua pengetahuan ini, menerbitkan yang sama bagi sesama. Dia akan mengajarkan agamanya, terpuji asal-usulnya, terpuji pada puncaknya, terpuji pada tujuannya, dalam semangat maupun tulisan. Dia akan memproklamirkan kehidupan keagamaan, sempurna seluruhnya, dan murni sepenuhnya; bahkan seperti saya yang kini mengajarkan agamaku dan kehidupan serupa yang saya umumkan. Dia akan memimpin masyarakat pendeta berjumlah ribuan, bahkan saya kini hanya memimpin masyarakat pendeta sejumlah ratusan”. “Ada cukup alasan untuk perbandingan antara Metteyya dengan ide barat tentang Almasih. Ide itu tentunya, tidak persis sama, tetapi ada beberapa hal yang sama. Zaman Metteyya digambarkan sebagai Abad Emas dimana raja, menteri dan rakyat akan bersaing satu sama lain dalam menjaga tatanan ketulusan dan kemenangan dari kebenaran” Nama Maitreya berarti "cinta kasih," Nama pribadi dari Buddha yang akan datang, diberikan dalam sajak, dan di tempat lain, sebagai Ajita, Yang takterkalahkan! Inti-sari yang dirujuk adalah satu baris dalam dialog ke 26 dari Digha yang mencatat suatu nubuatan, yang diucapkan melalui mulut Buddha bahwa Metteyya akan mempunyai ribuan pengikut sedangkan Buddha sendiri hanya ratusan . Ada suatu alasan untuk percaya bahwa Maitreya (Buddha masa depan) misalnya, yang kedudukan ajarannya ditegakkan dengan lebih baik, haruslah aslinya mengambil dari pendahulunya. Dan ada tulisan yang patut dicatat serta otentik, semacam seperti Sanskrit-Tibetan Lexicon (Mahavyutpatti) dan catatan Tiongkok yang mendorong kita untuk percaya bahwa Maitreya ini bisa mempertahankan posisinya. Dalam satu hal, hendaknya diperhatikan akan peran “Bodhisattva yang Baik”, penolong dan Ilahiyah, yang sangat terhormat (paramarya) pemberi keamanan (abhayamdada) dan sebagainya. “Di antara nubuatan yang diucapkan oleh Buddha adalah satu yang berkenaan dengan masa depan agama yang dia tegakkan dan puncak kemerosotannya serta lenyapnya dari muka bumi. Deklarasi ini terdapat dalam Anagatvansha (Kisah dari Peristiwa mendatang) dan diberikan di Kapilavastu dalam tanggapannya terhadap satu pertanyaan oleh Sariputta. Sejarah dari Buddha Maitreya di masa depan (Pali Metteyya) digambarkan, lalu sesudah jeda yang panjang sepeninggalnya terjadilah lima pelenyapan pencapaian, ketika para muridnya akan bangkit bahkan lebih tinggi derajatnya dalam kesucian dari metode dimana pengetahuan tentang rumus dan jalan keselamatan akan hilang, dari pelajaran, ketika teks suci itu sendiri akan dilupakan, dari simbol, jubah kependetaan, mangkuk, dan sebagainya. Kemudian mereka akan menangis, berkata: Sejak sekarang dan selanjutnya kita akan dalam kegelapan”. “Om manipadme”, (Yah, 10 mutiara dalam teratai, Amien) yang kini adalah doa . Dalam gambar Tibet modern Maitreya digambarkan di singgasana teratai , “Maitreya, nama dari Bodhisatva yang adalah Buddha selanjutnya di masa depan. Teori tentang Buddha yang hadir berkali-kali mungkin tidak primitif, tetapi ini jelas, timbul sebelum kedekatan dengan kanun Pali, sebagaimana Metteyya disebut dua kali dalam Digha Nikaya, no.26, dan kepercayaan ini menjadi mapan di semua aliran . “Maitreya nama dari Buddha masa depan, dalam satu dari karyanya termasuk dalam kanun Pali Digha Nikaya …..patung-patung Maitreya terdapat dalam kuil-kuil Buddha, dari semua sekte, pada saat ini, dan kepercayaan terhadap kedatangannya di masa depan adalah merata di kalangan umat Buddhis”. “Maitreya, Buddha kemudian hari, beberapa menyebutnya Buddha Almasih”… “Suatu kuil Lama di Peking berisi satu ukiran kayu dari orang suci setinggi 70 kaki. Di Urga Mongolia, sebuah ukiran emas setinggi 33 kaki, dalam rumah-rumah dan toko-toko , Patungnya mewakili rahmat” “Maitreya akan datang untuk menegakkan kebenaran yang hilang dengan segenap kesuciannya”. Kaum Buddhis sungguh-sungguh tertarik akan kebenaran Dia yang Dijanjikan, dan sebabnya mengapa mereka sanggup menjalani cobaan dan kesulitan hidup dalam pengembaraannya ke negeri-negeri yang sangat jauh, ribuan mil dari rumah, lebih lanjut dikomentari oleh Sir Charles Elliot sebagai berikut: “Peziarah Cina menyebut patung-patung dan situs yang berkaitan dengan Maitreya tetapi rupanya, juga, penuh dengan suatu pengabdian pribadi kepadanya dan menganggap dia berwenang melindungi keimanannya di saat menunggu penampakannya di bumi”. Dan lagi dalam “Hinduism and Buddhism” dia menulis: Setelah Avlochit dan Manjusri menurut akidah Buddha Maitreya adalah pribadi yang penting, bahkan disebut “Ajeeta” yang berarti mustahil ditaklukkan. Menurut kitab suci Pali Dia adalah satu-sanya yang Dijanjikan. Dia tidak satu peringkat dengan para Buddha yang lain, tetapi akan di atas semuanya. Mengenai sifatnya, semua Buddha adalah yang terpilih dari ras manusia. Namun, Maitreya adalah seorang yang diberi status istimewa karena kecintaannya kepada umat manusia. Dia yang Dijanjikan dianggap sedang berbaring untuk menunggu turunnya dari ketinggian. Mengenai warnanya, wajahnya adalah keemasan. Beberapa peramal Buddhis Cina berpendapat bahwa Dia yang Dijanjikan, yang dirujuk oleh patung yang mengagumkan itu, akan muncul 3,000 tahun setelah Buddha wafat, dan bahwa dia adalah benar-benar satu penjelmaannya yang asli . Pengukuhan Menjadi Samyaksambuddha Ada beberapa Sutra yang menceritakan mengenai pengukuhan Buddha tentang Bodhisattva Maitreya menjadi bakal Buddha berikutnya. Salah satu kisah yang ditafsirkan sebagai awal pengenalan ini terdapat pada kitab Madhyamagama – bagian Shuo Ben Jing. Hal ini dikisahkan ketika Buddha mengunjungi wilayah Benares di Taman Rusa Isipatana. Saat itu, YA Aniruddha bersama para bhiksu lainnya sedang berbincang Dharma. Karena itu, Buddha menghampiri para bhiksu dan bertanya, “Oh para bhiksu, apa yang sedang kalian perbincangkan di aula pertemuan ini?” Para bhiksu menjawab, “Bhagava, kami sedang berbincang Dharma bersama YA Aniruddha mengenai hal-hal masa lalu, karena itulah kami berkumpul di aula pertemuan ini.” Buddha lalu berkata, “Apakah kalian ingin mendengar wejangan Dharma yang menyangkut hal-hal masa akan datang?” Para bhiksu dengan gembira menyahut, “Bhagava, inilah saat yang tepat, Oh Sugata, inilah saat yang tepat.” Buddha lalu berkata, “Oh para bhiksu, dengarkan dan renungkanlah baik-baik, Aku akan menjabarkannya. Oh para bhiksu, jauh di masa yang akan datang, usia kehidupan manusia akan mencapai 80.000 tahun. Saat itu, wilayah Jambudwipa ini sangat makmur. Rakyatnya hidup harmonis, begitu juga dengan kotakota dan desanya saling berdekatan hingga seekor ayam pun sanggup terbang ke kota tetangganya. Wanita di kehidupan saat itu menikah ketika berusia 500 tahun. Jenis penyakit yang muncul pun hanya sebatas sakit panas, dingin, buang air besar dan kecil, nafsu keinginan, makan dan minum, usia tua. ~ Bodhisattva Maitreya akan menjadi Samyaksambuddha setelah usia rata-rata manusia mencapai 80.000 (84.000) tahun ~ Pada saat itu juga, hidup seorang raja Cakravartin (penguasa dunia) bernama Luo. Raja Cakravartin memerintah dengan bijaksana. Kondisi dunia pada saat itu penuh dengan kedamaian.” “Oh para bhiksu, jauh di masa yang akan datang, ketika usia kehidupan manusia mencapai 80.000 tahun, akan muncul seorang Buddha dengan nama Buddha Maitreya, Tathagata, Arhat, Samyaksambuddha, Sugata, yang memahami segenap alam, guru para dewa dan manusia, penjinak nafsu, Bhagava yang maha mulia. Setelah Buddha mengucapkan pengukuhan ini, salah seorang bhiksu bangkit dari tempat duduknya. Beliaulah Bodhisattva Maitreya yang dikukuhkan oleh Buddha. Bhiksu Maitreya bersujud dan beranjali di hadapan Buddha sambil berkata bahwa beliau akan mencapai tingkat Samyaksambuddha pada masa mendatang. Buddha kemudian mengukuhkan pernyataan Bhiksu Maitreya, “Bagus, bagus, oh Maitreya. Engkau membangkitkan batin yang sangat menakjubkan dengan berkata akan membimbing para makhluk hidup. Seperti yang telah engkau pikirkan dan ucapkan di hadapanKu.” Kemudian sekali lagi Buddha menyatakan kembali kepada Maitreya, “Oh Maitreya, ketika usia kehidupan manusia 80.000 tahun, Engkau akan mencapai Kebuddhaan, dengan nama Buddha Maitreya, Tathagata, Arhat, Samyaksambuddha, Sugata, yang memahami segenap alam, guru para dewa dan manusia, penjinak nafsu, Bhagava yang maha mulia. Dikelilingi oleh para makhluk, sama seperti Aku sekarang sebagai Tathagata, Arhat, Samyaksambuddha, Sugata, yang memahami segenap alam, guru para dewa dan manusia, penjinak nafsu, Bhagava yang maha mulia, dikelilingi oleh para makhluk.”nBuddha kemudian meminta Ananda mengambilkan jubah emasNya [1] untuk diberikan kepada Bhiksu Maitreya dan meminta Maitreya mendanakan jubah tersebut kepada Triratna secara simbolis. Demikian ramalan ini diberikan kepada bhiksu Maitreya. Pengukuhan tentang sosok Maitreya tampak cukup menarik perhatian para siswa Buddha. Ketika berada di Taman Anathapindika, YA Ananda juga menanyakannya, begitu juga YA Sariputra memohon kepada Buddha saat berada di puncak Gunung Grdhakuta. Pada kesempatan lain, YA Upali juga menanyakan hal seputar Maitreya ketika berada di Taman Anathapindika. Bodhisattva Maitreya juga hadir di pesamuan ini. Pada saat itu Buddha memancarkan cahaya gemilang yang memunculkan visual para Buddha, yang mana visual para Buddha ini kemudian menguncarkan berbagai dharani agung. Setelah Bodhisattva Maitreya mendengar dharani ini, seketika juga menguasai metode tersebut. Akan tetapi, karena YA Upali tidak memahami tingkatan batin Maitreya, maka beliau pun bertanya kepada Buddha, “Oh Lokanatha, Lokanatha pernah berkotbah tentang Ajita (Maitreya) akan menjadi Buddha pada masa yang akan datang. Seperti diketahui bahwa Ajita masih beridentitas sebagai manusia biasa yang masih belum mengikis tuntas noda-noda batin, lantas di alam manakah dia akan dilahirkan setelah kehidupan ini? Meskipun telah menjalani kehidupan monastik, dia tidak juga mempraktikkan samadhi dan tidak mengikis noda batin, namun Bhagava secara pasti mengukuhkannya akan mencapai Kebuddhaan. Setelah akhir hidupnya, ke manakah dia akan dilahirkan?” Buddha lalu berkata kepada Upali, “Dengarkan dan renungkanlah baik-baik, sekarang di hadapan pesamuan ini, Tathagata, Yang memiliki pengetahuan sempurna, akan mewejangkan Pengukuhan tentang Bodhisattva Maitreya Mencapai Anuttara Samyaksambuddha. Terhitung dua belas tahun dari sekarang, usia kehidupannya akan berakhir dan dipastikan terlahir di Surga Tusita.” Pada kesempatan itu pula Buddha mewejangkan praktik yang perlu dijalani bagi mereka yang hendak terlahir di Surga Tusita mengikuti Bodhisattva. “Bagi bhiksu atau semua orang yang tidak merasa jijik terhadap kehidupan samsara, sementara sangat senang dapat terlahir di alam surga, dan merasa senang dengan pikiran Pencerahan Sempurna, ataupun berkehendak menjadi siswa Maitreya, maka lakukanlah jenis praktik vipasyana, yang mana praktik ini hendaknya dijalani dengan menaati Lima Sila, Delapan Sila maupun Sila Penuh. Dengan batin dan jasmani yang bersih lalu tanpa mencari Jalan Pemutusan [2], mempraktikkan Sepuluh Perbuatan Baik, lalu secara seksama merenungkan kebahagiaan menakjubkan dari alam Surga Tusita. (Dengan motivasi ini) maka mempraktikkan vipasyana seperti ini disebut vipasyana yang benar, selain dari praktik ini maka disebut vipasyana tidak benar [3].” Mendengar tentang kegemilangan surga Tusita dan kejadian-kejadian luar biasa dari Bodhisattva Maitreya membuat YA Upali merasa semakin tertarik hingga beliau menanyakan lebih detil lagi tentang kapan waktunya Bodhisattva akan dilahirkan di Tusita. “Oh Bhagava, Surga Tusita ternyata memiliki peristiwa sukacita yang demikian menakjubkan, jadi kapan tepatnya Mahasattva meninggalkan Jambudvipa ini untuk terlahir di Surga tersebut ?” “Oh Upali, Maitreyag-belatung akan mati terbunuh. Dengan sebilah pedang, ia memotong dagingnya sendiri Kemudian ia memejamkan mata, menunduk dan berusaha mengeluarkan belatung-belatung itu dengan lidahnya, namun tidak dapat mencapainya. Saat membuka mata, Arya Maitreya nampak berdiri di hadapannya dengan mahapurusha-lakshana yang agung. Takjub, Asanga berkata sambil bercucuran air mata: “Oh Ayahku! Pelindungku! Selama bertahuntahun aku melakukan beratus-ratus usaha namun tidak membawa hasil. Ketika aku haus dan didera penderitaan, mengapa engkau tidak menurunkan hujan amrita dari samudra awan kemuliaanmu? Mengapa engkau hanya menunjukkan belas kasih yang kecil kepada kami?” Arya Maitreya menjawab, “Sebagaimana ungkapan, meskipun raja dari para dewa menurunkan hujan, biji yang mati tak akan bertunas. Demikian pula meskipun para Buddha muncul, Ia tak terlihat oleh mereka yang kurang kebajikannya. Aku telah berada bersamamu sejak awal, Aku tidak pernah terpisah denganmu, tapi karena terhalang oleh karmamu, engkau tak dapat melihatKu. Sebaliknya, setelah noda dan rintanganmu dimurnikan oleh pelatihan mantramu yang banyak dan oleh welas asihmu sehingga berani memotong dagingmu sendiri, kini dirimu dapat melihatKu.” Arya Maitreya kemudian berkata, “Tetapi untuk membuktikan kebenaran pernyataan ini bagimu, gendonglah dan bawa Aku ke kota!” Asanga membawa Bodhisattva ke kota, namun tidak ada satu orang pun yang melihat Arya Maitreya, kecuali seorang wanita tua melihat Asanga menggendong bangkai anjing [4]. Karena penglihatannya itu, ia mendapatkan keberuntungan yang tiada akhir. Seorang tukang tembikar melihat kaki Arya Maitreya, segera ia berada dalam keadaan samadhi dan mencapai banyak siddhi. Pada saat itu Asanga juga mencapai samadhi “kesadaran akan keberadaan.” “Apa keinginanmu sekarang?” tanya Maitreya Bodhisattva. “Memulihkan ajaran Mahayana,” jawab Asanga. “Baiklah pegang ujung jubahku.” AryaAsanga mengikuti nasehat tersebut dan pergi ke Surga Tusita, berada di sana selama 50 tahun manusia mendengarkan Dharmadesana dari Arya Maitreya dan sangat paham baik makna maupun kalimat demi kalimat. Ia mendengarkan “Lima Dharma Maitreya” yang dibukukan di Dharmankura Vihara di Veluvana. Kelima teks tersebut adalah Abhisamayalamkara, Mahayanasutralamkara, Dharmadharmatavibhanga, Madhyantavibhanga, dan Uttaratantra Shastra [Ratnagotravibhanga]. MAITREYA DI PULAU JAWA Patung-patung di Jawa terkenal karena tingginya. Selanjutnya, mereka itu yang paling indah dan menarik. Ini terutama di provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur. Yang terkenal diantara ini adalah tiang di kiri-kanan yang merupakan galeri dari setiap patung. Diriwayatkan bahwa ini dibangun pada tahun 850 M. Dalam bentuknya tidak ada sentuhan dari arsitektur Hindu. Ini benar-benar seni Buddhis. Pada galeri ke tiga, terlihat patung Maitreya, yang agaknya sedang mengajar para sahabatnya. Peziarah dan pengabdi mengelilinginya dan memberikan ungkapan cinta dan pengabdian. Di samping ini, di mana terdapat lima patung Buddha yang menarik, ada satu Maitreya, yang dibuat mengatasi yang lain. Adalah suatu kebetulan yang mengagumkan bahwa gambaran fisik Maitreya yang dilukiskan dalam kitab Buddhis berbahasa Sanskerta “Lalit vistara” persis sama dengan potret Maitreya yang ada di galeri pertama dari candi Borobudur di Jawa Tengah. Candi ini dibangun pada tahun 750 M. MAITREYA DI CEYLON Pada waktu merosotnya Buddhisme, Ceylon diperintah oleh seorang raja bernama Dhatusen. Dia membangun satu patung besar untuk mengenang Maitreya. Untuk rincian sepenuhnya silahkan melihat “Buddhism Primitive and Present in Magadha Ceylon”, oleh S.R. Compleston A.D. Musafir Cina Fahian, menulis dalam catatan perjalanannya bahwa dia menemukan patrung Maitreya di banyak tempat di Ceylon, meskipun negeri itu dihuni oleh kaum ateis dan non-religius. Ini mengungkap fakta, bahwa apapun keyakinan orang dalam agamanya, mereka dengan sungguhsungguh menunggu nabi yang dijanjikan itu. MAITREYA DI TIBET Seperti negeri-negeri Buddhis lain, Tibet yang bergunung-gunung tidak lepas dari patung Maitreya. Dalam bahasa Tibet atau dalam istilah keagamaan dari bangsa Tibet dalam kata „Champa‟ yang menunjuk kepada kembang kuning yang harum. Dan ini disebutkan dalam kitab sucinya sebagai “Bardo”. Bangsa Tibet sangat berharap akan kedatangannya seperti umat dari negeri Buddhis lainnya . Karena itu atas perintah Dalai Lama, sebuah patung yang luar-biasa besar setinggi sekitar 80 kaki dibangun di Tibet mewakili Maitreya. Ini dilapis emas, sehingga semoga Maitreya bisa menerimanya dan segera datang ke dunia . Dalam “Cyclopaedia of Religion and Ethics”, jilid I, halaman 98-99, ditemui di sana, bahwa: “Amita-bha, berarti cahaya yang tak ternilai. Di antara Buddha yang tak terhitung ada satu, yakni Amita-bha, Buddha dari terbenamnya matahari, dewa dari cahaya yang tak terbatas, yang bersyukur atas janji lamanya, dia telah memenangkan bagi dirinya kebahagian dalam mengendalikan alam semesta, di mana tiada lagi tujuan yang jahat. Orang-orang dari negeri itu, sama dengan dewata kita. Tiada yang lain kecuali Boddhisatva dan hanya sedikit Arhat; dunia itu benar-benar tanah yang bahagia (suatu Sukhavati), atau seperti yang dikatakan Vishnupurana suatu Sukha. Meskipun Maitreya mempunyai suatu surga di tanah di mana Amita-bha memanggil orang-orang pilihannya, dan kepada siapa dia memberi mereka pertolongan dari dua Bodthisatva yang Besar. Amita-bha pada suatu saat nyaris berbeda dari Sakyamuni yang abadi (teratai dari hukum yang benar); datang dan dianggap sebagai Buddha yang setengah-abadi, yang berinkarnasi di bawah munculnya bayangan Sakyamuni yang manusiawi”. MAITREYA DI ASIA TENGAH Di samping India dan negeri yang disebut di atas, patung-patung Maitreya juga didapati sampai sejauh Asia Tengah. Sebagai fakta nyata, nubuatan atas kedatangan Dia yang Dijanjikan itu diukir di negeri yang kelak menjadi lapangan penyiaran Islam. Sir Charles Eliot menulis: “Suatu kuil Maitreya telah diketemukan di Turfan, Asia Tengah, dengan suatu inskripsi Cina yang menyatakan dia sebagai dewa yang aktif dan dermawan, yang menampakkan dirinya dalam banyak sifat mulia”. Inilah Muhammad. DAFTAR PUSTAKA  “Encyclopaedia of Religion and Ethics”, jilid I, hal 414).  “Encyclopaedia of Religion and Ethics” jilid 2, halaman 885).  “Encyclopaedia of Religion and Ethics”, jilid 8 halaman 143).  “Encyclopaedia Britannica” art. “Maitreya”).  “Crolier Encyclopaedia”, jilid 7).  “Chinese Buddhism”, oleh Edkins, halaman 240).  “Tibetan Book of the Dead”, oleh Evens Wentz, halaman 101)  “Manual of Buddhism”, oleh S.R.Hardy).  (Ibid. jilid 2 hal.258).  Sinar Darma 22. Ebook
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. BUDHISME - All Rights Reserved
Template Modify by Creating Website
Proudly powered by Blogger